Senin, 15 Maret 2010
LOVE STORY
Waktu menunjukkan pukul 10.13 WITA depan sebuah masjid yang bukan hanya menjadi sebuah simbol banyaknya islam dalam jalan itu tetapi banyaknya jamaah yang sholat di masjid itu. Waktu hari itu berawan dan tentu saja Umat Kristiani sedang menjalani sebuah ritual keagamaannya karena bertepatan dengan hari sabatnya yaitu hari minggu. Segerombolan orang yang tercatat sebagai mahasiswa membawa tas yang dalam jumlah yang besar2 yang menandakan bahwa mereka dari mengadakan perkemahan, mereka berjalan untuk menuju satu tujuan yaitu pulang ke rumahnya masing2 karena sudah waktunya mereka pulang. Diantara segerombolan mahasiswa itu ada yang lagi berdiskusi mengenai substansi teorinya Adam Smith. Tapi ada juga yang mengomentari perkemahan itu dengan agak skeptis dan cenderung tidak mau tau. Dari sekian banyak yang berdiskusi selama dalam perjalanan untuk pulang tepatnya di depan masjid sekitar pukul 10.48 WITA dua orang mahasiswa serius berdiskusi. Cowok dengan tinggi badannya sangat standar untuk ukuran pria dengan rambut yang cukup menutup matanya dan kerak bajunya sedang memperlihatkan atraksi retorika kepada sang cewek. Begitu mudahnya dia meretorikakan sebuah penafsiran absurd yang ngambang mengenai eksistensi cinta dan juga esensi yang ada didalamnya demi merebut satu simpati dan perhatian si cewek. Si cewek dengan mudah menangkal semua retorika lewat senyumnya yang lumayan indah dan deru nafasnya yang harum serta wajahnya yang tertutupi oleh sebagian rambutnya akibat angin saat itu. Cowok itu sendiri sering dipanggil Dama, yang kesehariannya hanya terus dibudaki oleh yang namanya rutinitas perkuliahan, si cewek yang mampu menggagalkan aksinya dengan sangat brilian sering dipanggil Dely oleh kawan-kawannya. Dely sendiri memiliki suatu pendirian yang sangat kuat terhadap segi percintaan yang meskipun dinilai serba kesinetronan. Kejujuran Dely menutupi sifatnya yang seperti bom waktu yang bisa meledak setiap saat karena sifatnya yang memberikan setiap cowok yang kurang kerjaan dan ngelantur harapan yang mustahil.
Dama tidak pernah berhenti dengan retorika yang menurut Dely hanya dari seribu cara cowok untuk memikat hati cewek. Dely dengan sopan menolak tawaran kontrak cinta untuk sekarang sampai seterusnya dengan hanya mengatakan “sory yah mas, kayaknya kita baru aja kenal, dan nampaknya kita tidak bisa untuk melangkah ke tahap selanjutnya”. Dama ketika itu menganggap sebagai sebuah permainan yang sama dan monoton maka Dama pun kembali dengan hasil nihil di hari Minggu yang cerah. Berikut Percakapan Dama dan Dely:
Dama: “Assalamua’alaikum d, ada yang senantiasa ada didalam hatinya k ktika melihat d di waktu perkemahan…
Dely: apa itu k?
Dama: Pesona d yang sungguh membuat k terpikat, ,, maukah d menjalin sebuah hubungan lebih dari sekedar pertemanan?
Dely: k maafkan d tapi permintaan k terlalu berlebihan karena d belum tau siapa k, (jangan2 k psyco kayak di filmnya Scream,, ngeriii kale, gumam Dely)
Dama : sungguh niat baik k ini adalah demi kita…
Dely: sekali lagi maaf yah k…
Percakapan ditutup dengan salam secara islam, Dama merenung dalam hatinya yang kayaknya tidak betah dengan hanya memiliki satu cewek, kekecewaan Dama dia lampiaskan pada seorang cewek yang notabene adalah cewek sahnya dengan mengatakan hal-hal yang tidak mengenakkan pada si cewek. Mereka pun berkelahi dan si cewek selalu yang mengalah padahal sebenarnya persoalannya sungguh sangat kecil. Cewek yang telah direbut hatinya 5 November itu bernama Nita, Nita kecewa terhadap perlakuan Dama namun cintanya telah menjadi es bagi hatinya yang sedang dalam keadaan yang sangat panas. Pertengkaran itu berakhir dan tentu saja di egois Dama menang dalam pertarungan kecil.
Hati Dama terkoyak oleh perbuatan Dely, dia tetap mencari cara agar Dely bisa menjadi salah satu koleksi di hatinya. Namun Dely telah dicintai oleh seorang pria yang jikalau diperbandingkan seperti bumi dan langit dengan Dama. Dama menjalani kehidupan dan rutinitas monoton dengan berdiskusi dengan kawan-kawannya. Pasca ditolak hatinya di bulan Desember, Dama memilih untuk bertahun baru sendiri dan memilih untuk mengakhiri hubungannya dengan Nita dengan alas an yang serba abstrak.
Dama tidak pernah berhenti berkomunikasi dengan Dely via SMS meskipun Dama tahu dia sedang bersama yang lain. Dama pun pasrah dan memutuskan untuk tidak menghubungi Dely lagi, namun moment-moment atau event-event terkadang mempertemukan mereka dan rasa di hati Dama tidak mudah melunak. Dely memiliki pendirian yang kuat dengan wajah yang cantik namun memiliki ambisi dan egois yang tinggi dalam memperlakukan laki-laki yang menyukai dia. Ketika Dama berhenti mengejarnya Dely kemudian menghampiri dia dengan sejuta harapan, namun sebuah harapan yang palsu, Dama kemudian di obok-obok hatinya oleh sosok wanita yang dikenalnya setahun yang lalu, bahkan karena dia Dama memutuskan untuk jomblo dahulu menunggu kalau ada kesempatan lain dan melewati 2 kali tahun baru sendiri.
Di awal tahun berikut Dama tetap mengikuti rutinitas monoton dengan banyak sekali hal yang serba biasa. Tiba-tiba ketika Dama sedang mengikuti rapat intensitas komunikasi antara Dama dan Dely semakin dekat, Dely merasa lain dihatinya tentang sosok cowok dengan perawakan yang sangat sederhana. Kedekatan mereka berlangsung secara alamiah. Dalam hatinya Dama, mungkin saatnya bukan lagi politik praksis yang dimainkan untuk mendapatkan hati sang gadis namun dengan kepolosan dan tingkah laku yang tidak dibuat-buat.
Alhasil dama berniat merealisasikan dialektika yang selalu terjadi dalam hatinya seperti novelnya Soliloquey dengan mengungkapkan perasaannya. Hari itu mendung ketika dia memacu motornya sangat kencang ke arah selatan dengan penuh pengharapan, keinginan dalam hatinya bersatu padu dengan niat tulus yang membawa pada dirinya. Hari itu dalam penanggalan masehi adalah hari libur nasional namun hati sang pembalap ini tidak libur masih berjuang demi cinta sucinya. Pukul 11.16 WITA dia mencari rumahnya si gadis pujaannya. Akhirnya sampailah Dama dalam rumah yang khasanah islaminya sangat kental dengan adanya kaligrafi dan khasanah kekeluargaan terpancar dengan foto-foto keluarganya dan dia. Fotonya tampak begitu tua namun senyum dan jiwanya sangat mencerminkan ingin sekali dicintai.
Dama ingin sekali bertemu keluarganya namun ayah dan ibunya sedang melaksanakan fardhu kehidupan untuk sesuap nasi bagi Dely dan adiknya Cinta. Dama menyampaikan maksud hatinya untuk menjadi seorang yang berarti bagi dirinya, dan dia berhasil memenangkan cinta sang pujaan hati tepat di pukul 11.42 WITA. Ternyata mulai hari itu lembar baru Dama dengan percikan terdalamnya terpancar dalam suatu bingkai hubungan pacaran yang lama digelutinya. Dama menyadari bahwa ternyata petualangan cintanya harus diakhiri pada hari itu hari dimana suatu harapan baru tercipta, dan mendung tapi tidak hujan menandakan adanyaa sebuah keniscayaan yang menyatu.
Hari demi hari terlewati dengan begitu indah dan bunga-bunga asmara kemudian menyelemuti Dely dan Dama. Sampai suatu saat Dely pergi jauh selama 1 bulan lebih ke daerah asalnya Bogor. Mereka berdua berjanji untuk menjaga kesucian cintanya ditengah prahara beda jarak dan waktu.
Dama yang saat itu tidak pernah melepas matanya dari foto kecil ukuran 3x4 di kamarnya tidak pernah berfikir suatu saat ada sebuah badai besar yang akan terjadi. Dama dahulu kreatif namun tingkat dan tendensi kemalasannya melebihi apapun tapi semenjak mengenal Dely Dama menjadi seperti manusia yang baru. Orang tuanya pun memperhatikan tingkah laku anaknya yang menjadi lain dan mungkin secara komprehensif orang tua tau bahwa anaknya sedang dalam proses pencarian jati diri dengan menemukan sosk hawa, kalau dalam teorinya Freud ketika muncul sifat iri pada si anak maka dia mulai mencari orang yang beda dengannya.
Suatu ketika di bulan Juni pertengkaran pertama terjadi antara Deli dan Dama akibat kesalahan informatika (teringat kasusnya Prita) mengakibatkan suatu pertengkaran yang sangat besar waktu itu. Dama pun mencari cara untuk bagaimana mendidik Dely yang sampai saat ini masih terdoktrin dengan sifatnya yang serba mengganggap keekslusofan wanita yang jauh di atas pria. Dama pun memutuskan untuk melampiaskan semuanya kepada wanita yang baru dikenalnya yang sudah menjadi tabiat lama Dama. Seorang gadis yang sangat pemalu dan pendiam serta sangat baik ini dijadikan objek untuk mengajarkan Dely arti dari pengobanan itu sendiri. Gadis ini bernama Ika, sungguh kesantunan gadis ini jauh dari Dely namun Dama tidak tega menyakiti gadis yang sudah terlanjur sayang pada Dama, karena butiran cinta Dama hanya menempel dalam hati Dely. Dama akhirnya mengakui kalau dia telah memiliki pacar. Dama bingung dan kemudian mempertemukan mereka berdua lewat telefon , Dama takut terjadi hal yang tidak diinginkan. Dan sungguh mereka berdua adalah wanita yang baik yang pernah ditemui Dama. Kasantunan hati Dama membuat dia bingung harus memilih siapa. Tapi Dama yakin dengan pilihannya kepada Dely. Akhirnya selama ini Dely yang tidak pernah keluar air matanya oleh seorang cowok karena prinsip dan keangkuhannya, akhirnya jatuh bak hujan. Dely pun sadar dan bergegas untuk pulang kembali dan cepat ingin bertemu dengan pria yang membuat dia meneteskan air matanya yang pertama kepada sang adam.
Pertemuan yang begitu mengharukan di bulan Juli membuat mereka berdua sangat senang dan mulai mencurahkan kekesalan juga apa yang terjadi selama mereka berdua terpisah. Semuanya terjadi dengan begitu cepat dan segera ketika waktu sholat maghrib tiba mereka berdua bergegas menuju Musholla di suatu pusat perbelanjaan ternama di kota itu. Mereka berdua memohon agar supaya masa lalu yang kelam serta cara bergaul mereka dalam menghempaskan cinta mereka tidak jauh keluar dari aturan agama. Keinginan mereka bulat untuk meneruskan kuliah mereka sampai mereka selesai.
Dan sungguh kekuatan cinta yang dibarengi pengetahuan cinta itu bisa menjadi suatu hal yang sangat manusiawi bahkan ketika kita sudah tidak ada lagi harapan dengan sendirinya harapan itu akan muncul. Mereka pun menjalani cinta seperti Dama dan Dely meskipun sangat klise tapi mengajarkan kita untuk percaya akan cinta itu dan mengubahnya menjadi suatu ramuan yang bisa memperkuat konsep jatidiri kita menjadi lebih baik.
Perubahan dalam keseharian kita bukan berasal dari orang lain tapi dari diri sendiri. Kesadaran akan suatu makna hidup akan menjadi substansial pada tatanan social sehingga merujuk kita untuk tampil menjadi diri sendiri.
Dedicated for viedhy
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar